Halaman

Sabtu, 22 Desember 2012

KATAK HENDAK JADI LEMBU



Katak hendak jadi lembu merupakan salah satu karya dari sastrawan Pujangga Baru. Roman ini ditulis oleh Nur Sutan Iskandar dan diterbitkan pertama kalinya pada tahun 1935 oleh Bali Pustaka.
Tema Cerita : Masalah bangsawan Sunda yang tidak mau bekerja keras dan terlalu bangga pada kebangsawanannya. Atau ini masalah seorang manusia yang suka berbuat sesuatu atau mengharapkan sesuatu di luar batas kemampuannya dan malah tanpa usaha dalam proses pencapaian cita-citanya itu.
Setting Cerita    :Latar belakang cerita ini terjadi di daerah Pasundan khususnya daerah Bandung, Sumedang, Cirebon dan Tasikmalaya.
Tokoh- tokoh dan Watak :
Zakaria : seorang haji yang kaya.
Suria      : anak Haji Zakaria, yang angkuh dan sombong karena sudah terbiasa hidup dalam harta kekayaan ayahnya dan juga selalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Dia termasuk seorang pemuda yang selalu mengharapkan sesuatu yang berlebihan dimana dia sendiri tidak mampu.
Haji Hasbullah    : seorang haji yang kaya raya, sahabat karibnya Haji Zakaria.
Zubaedah            : putri tunggal Haji Hasbullah yang baik dan pemaaf.
Raden Prawira   : seorang mantri polisi.
Abdulhalim         : anak hasil perkawinan Suria dengan Zubaedah.
 Ringkasan Cerita :
Dengan berat hati, Haji Hasbullah harus menerima lamaran Haji Zakaria yang hendak mengambil Zubaedah, untuk dijadikan sebagai menantunya atau istri dari anaknya yang bernama Suria. Haji Hasbullah berat menerima lamaran, sebab Beliau telah mempunyai calon untuk Zubaedah, anaknya itu, yaitu Raden Prawara seorang Manteri Polisi. Alasan yang lain, karena Suria di mata Haji Hasbullah dianggap sebagai seorang pemuda yang pongah, sombong, foya-foya dan egois. Tapi, karena Haji Zakaria adalah teman karibnya, jadi dia tak kuasa menolak lamaran dari Haji Zakaria.
Ketakutan haji Hasbullah memang terbukti, Kelakuan Suria tidak berubah sedikitpun. Apalagi setelah ayahnya meninggal dunia. Suria hanya berfoya- foya, anak- istrinya tak dihiraukannya. Malah, Zubaedah, ia tinggalkan selama tiga tahun padahal istrinya baru saja melahirkan anaknya. Yang mereka beri nama Abdulhalim. Suria baru kembali ke Pangkuan istrinya, setelah harta warisan ayahnya itu sudah habis dia pergunakan untuk berfoya- foya. Dia meminta maaf kepada Zubaedah agar dia diterima lagi di keluarga itu. Permohonan itu dikabulkan oleh Zubaedah karena rasa kasihan dan berharap bahwa memang betul- betul Suria, nantinya akan berubah tingkah lakunya.
Setelah itu, Suria diterima di Kantor asisten kabupaten sebagai juru tulis. Penghasilannya pun pas- pasan, sehingga sulit untuk membiayai kebutuhan sehari- hari keluarganya. Sebagai orang tua yang baik, Haji Hasbullah membantu anaknya dengan cara menyekolahkan Abdulhalim  ke Sekolah Belanda.
Sebenarnya, penghasilan Suria masih sangat pas- pasan. Tapi kelakuan Suria masih tetap saja tak berubah- ubah. Sifatnya yang keras kepala, tak tahu malu serta selalu masih merasa sebagai bangsawan yang kaya dan dihormati masih saja tertanam dalam kepalanya. Biar dilihat oleh orang- orang bahwa dia termasuk keluarga mampu. Kedua anaknya atau adik Abdul halim, yaitu Saleh dan dan Aminah oleh Suria disekolahkan ke HIS di Kota Bandung. Padahal biayannya didapat dari hasil hutang kesana- sini. Zubaedah pusing akibat kelakuan suaminya yang tak tahu diri itu. Mereka suka bertengkar mulut , sebab secara diam – diam Zubaedah suka mengeluh pada ayahnya dan minta dikirim uang agar bisa bayar hutang. Hampir tiap hari, para penagih  berdatangan ke rumahnya. Suria sendiri selalu acuh terhadap para penagih hutan yang berdatangan ke rumahnya itu.
Rupanya, Suria sudah punya rencana sendiri kenapa dia selalu acuh tak acuh. Tak lama lagi, Suria akan diangkat menjadi Klerek karena ada lowongan untuk dia telah melayangkan lamaran untuk lowongan itu. Dia begitu yakin akan diterima. Karena, begitu yakin Suria berani membeli barang- barang lelangan di Kantorny,  yang tentu saja dengan hutang. Makin lama, hutangnya makin menggunung saja. Yang lebih fatal lagi rupanya Suria telah mengambil uang kas negeri guna keperluannya yang tak penah terpuaskan itu, kelakuannya tersebut diketahui atasannya sehingga dia dipanggil. Seketika itu, memang sudah direncanakan . Dia sudah menyiapkan surat berhenti bekerja. Itulah, memang sudah direncanakan sebelumnya, bahwa ia telah berhasil menggelapkan uang kas negara maka dia akan membawa anak istrinya pindah ke rumah Abdulhalim anaknya. Dia memang sudah menulis surat kepada anaknya itu bahwa dia dan istrinya hendak tinggal di rumah Abdulhalim.
Sebagai anak yang hendak berbakti kepada orang tuanya, jelas Abdulhalim tak merasa keberatan kalau kedua orang tuanya bermaksud tinggal di rumahnya. Setelah beres- beres,  Suria dan Istrinya langsung berangkat ke rumah Abdulhalim. Rupanya, tingkah laku Suria tak pernah berubah, walaupun dia benar- benar tinggal di rumah anaknya dan menantunya itu, namun Suria merasa dialah sebagai kepala rumah tangga itu. Tingkah lakunya sungguh tak tahu malu. Abdulhalim sendiri tidak bisa berbuat apa- apa lagi, sebab dia takut durhaka kepada orang tuanya. Begitupun, istri Abdulhalim sendiri sangat bingung, apalagi sikap ayah mertuanya itu pada dirinya terkadang melewati batas. Yang paling menyedihkan lagi, melihat tingkah laku Suria yang di luar batas itu adalah Zubaedah. Hatinya hancur lebur, karena kehidupan keluarga anaknya berantakan akibat ulah suaminya itu. Dia sungguh malu pada anak dan menantunya. Dampaknya, Zubaedah sakit- sakitan hingga akhirnya Zubaedah meninggal dunia dengan segudang penderitaan batin yang amat dalam.
Kesadaran Suria baru muncul, yaitu ketika istrinya meninggal itu. Dia merasa malu yang dalam, kareba telah mengganggu kedamaian kehidupan keluarga anaknya sendiri. Dan, dia merasa bahwa dialah penyebab kematian Zubaedah, istrinya itu. Karena, merasa malu dan menyesal yang teramat dalam. Kemudian, Suria mengambil keputusan meninggalkan keluarga anaknya dan pergi entah kemana tanpa tujuan. Dia hilang bagaikan ditelan bumi, dengan membawa semua penyesalan, malu serta segala keangkuhan yang sudah melekat di jiwanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar