Katak
hendak jadi lembu merupakan salah satu karya dari sastrawan Pujangga Baru.
Roman ini ditulis oleh Nur Sutan Iskandar dan diterbitkan pertama kalinya pada
tahun 1935 oleh Bali Pustaka.
Tema
Cerita : Masalah bangsawan Sunda yang tidak mau bekerja keras dan terlalu
bangga pada kebangsawanannya. Atau ini masalah seorang manusia yang suka
berbuat sesuatu atau mengharapkan sesuatu di luar batas kemampuannya dan malah
tanpa usaha dalam proses pencapaian cita-citanya itu.
Setting
Cerita :Latar belakang cerita ini terjadi di daerah Pasundan
khususnya daerah Bandung, Sumedang, Cirebon dan Tasikmalaya.
Tokoh-
tokoh dan Watak :
Zakaria
: seorang haji yang kaya.
Suria
: anak Haji Zakaria, yang angkuh dan sombong karena sudah terbiasa hidup dalam
harta kekayaan ayahnya dan juga selalu dimanja oleh kedua orang tuanya. Dia
termasuk seorang pemuda yang selalu mengharapkan sesuatu yang berlebihan dimana
dia sendiri tidak mampu.
Haji
Hasbullah : seorang haji yang kaya raya, sahabat karibnya
Haji Zakaria.
Zubaedah
: putri tunggal Haji Hasbullah yang baik dan pemaaf.
Raden
Prawira : seorang mantri polisi.
Abdulhalim
: anak hasil perkawinan Suria dengan Zubaedah.
Ringkasan
Cerita :
Dengan
berat hati, Haji Hasbullah harus menerima lamaran Haji Zakaria yang hendak
mengambil Zubaedah, untuk dijadikan sebagai menantunya atau istri dari anaknya
yang bernama Suria. Haji Hasbullah berat menerima lamaran, sebab Beliau telah
mempunyai calon untuk Zubaedah, anaknya itu, yaitu Raden Prawara seorang
Manteri Polisi. Alasan yang lain, karena Suria di mata Haji Hasbullah dianggap
sebagai seorang pemuda yang pongah, sombong, foya-foya dan egois. Tapi, karena
Haji Zakaria adalah teman karibnya, jadi dia tak kuasa menolak lamaran dari
Haji Zakaria.
Ketakutan
haji Hasbullah memang terbukti, Kelakuan Suria tidak berubah sedikitpun.
Apalagi setelah ayahnya meninggal dunia. Suria hanya berfoya- foya, anak-
istrinya tak dihiraukannya. Malah, Zubaedah, ia tinggalkan selama tiga tahun
padahal istrinya baru saja melahirkan anaknya. Yang mereka beri nama
Abdulhalim. Suria baru kembali ke Pangkuan istrinya, setelah harta warisan
ayahnya itu sudah habis dia pergunakan untuk berfoya- foya. Dia meminta maaf
kepada Zubaedah agar dia diterima lagi di keluarga itu. Permohonan itu
dikabulkan oleh Zubaedah karena rasa kasihan dan berharap bahwa memang betul-
betul Suria, nantinya akan berubah tingkah lakunya.
Setelah
itu, Suria diterima di Kantor asisten kabupaten sebagai juru tulis.
Penghasilannya pun pas- pasan, sehingga sulit untuk membiayai kebutuhan sehari-
hari keluarganya. Sebagai orang tua yang baik, Haji Hasbullah membantu anaknya
dengan cara menyekolahkan Abdulhalim ke Sekolah Belanda.
Sebenarnya,
penghasilan Suria masih sangat pas- pasan. Tapi kelakuan Suria masih tetap saja
tak berubah- ubah. Sifatnya yang keras kepala, tak tahu malu serta selalu masih
merasa sebagai bangsawan yang kaya dan dihormati masih saja tertanam dalam
kepalanya. Biar dilihat oleh orang- orang bahwa dia termasuk keluarga mampu.
Kedua anaknya atau adik Abdul halim, yaitu Saleh dan dan Aminah oleh Suria disekolahkan
ke HIS di Kota Bandung. Padahal biayannya didapat dari hasil hutang kesana-
sini. Zubaedah pusing akibat kelakuan suaminya yang tak tahu diri itu. Mereka
suka bertengkar mulut , sebab secara diam – diam Zubaedah suka mengeluh pada
ayahnya dan minta dikirim uang agar bisa bayar hutang. Hampir tiap hari, para
penagih berdatangan ke rumahnya. Suria sendiri selalu acuh terhadap para
penagih hutan yang berdatangan ke rumahnya itu.
Rupanya,
Suria sudah punya rencana sendiri kenapa dia selalu acuh tak acuh. Tak lama
lagi, Suria akan diangkat menjadi Klerek karena ada lowongan untuk dia telah
melayangkan lamaran untuk lowongan itu. Dia begitu yakin akan diterima. Karena,
begitu yakin Suria berani membeli barang- barang lelangan di Kantorny,
yang tentu saja dengan hutang. Makin lama, hutangnya makin menggunung saja.
Yang lebih fatal lagi rupanya Suria telah mengambil uang kas negeri guna
keperluannya yang tak penah terpuaskan itu, kelakuannya tersebut diketahui
atasannya sehingga dia dipanggil. Seketika itu, memang sudah direncanakan . Dia
sudah menyiapkan surat berhenti bekerja. Itulah, memang sudah direncanakan
sebelumnya, bahwa ia telah berhasil menggelapkan uang kas negara maka dia akan
membawa anak istrinya pindah ke rumah Abdulhalim anaknya. Dia memang sudah
menulis surat kepada anaknya itu bahwa dia dan istrinya hendak tinggal di rumah
Abdulhalim.
Sebagai
anak yang hendak berbakti kepada orang tuanya, jelas Abdulhalim tak merasa
keberatan kalau kedua orang tuanya bermaksud tinggal di rumahnya. Setelah
beres- beres, Suria dan Istrinya langsung berangkat ke rumah Abdulhalim.
Rupanya, tingkah laku Suria tak pernah berubah, walaupun dia benar- benar
tinggal di rumah anaknya dan menantunya itu, namun Suria merasa dialah sebagai
kepala rumah tangga itu. Tingkah lakunya sungguh tak tahu malu. Abdulhalim
sendiri tidak bisa berbuat apa- apa lagi, sebab dia takut durhaka kepada orang
tuanya. Begitupun, istri Abdulhalim sendiri sangat bingung, apalagi sikap ayah
mertuanya itu pada dirinya terkadang melewati batas. Yang paling menyedihkan
lagi, melihat tingkah laku Suria yang di luar batas itu adalah Zubaedah.
Hatinya hancur lebur, karena kehidupan keluarga anaknya berantakan akibat ulah
suaminya itu. Dia sungguh malu pada anak dan menantunya. Dampaknya, Zubaedah sakit-
sakitan hingga akhirnya Zubaedah meninggal dunia dengan segudang penderitaan
batin yang amat dalam.
Kesadaran
Suria baru muncul, yaitu ketika istrinya meninggal itu. Dia merasa malu yang
dalam, kareba telah mengganggu kedamaian kehidupan keluarga anaknya sendiri.
Dan, dia merasa bahwa dialah penyebab kematian Zubaedah, istrinya itu. Karena,
merasa malu dan menyesal yang teramat dalam. Kemudian, Suria mengambil
keputusan meninggalkan keluarga anaknya dan pergi entah kemana tanpa tujuan.
Dia hilang bagaikan ditelan bumi, dengan membawa semua penyesalan, malu serta
segala keangkuhan yang sudah melekat di jiwanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar